Sabtu, 02 Januari 2010

UMAT YANG TAK ADIL ???


Kita sering ,menyaksikan sebuah peristiwa baik itu di peristiwa nasional maupun internasional. Tapi pernahkan anda melihat sebuah kebenaran di tutupi dengan kebenaran yang di buat buat sehingga menjadi benar. Saya sering menganalisa suatu peristiwa dengan sudut pandang yang berbeda. Walaupun hujatan atas analisa tersebut yang saya dapatkan. Tapi itu tidak membuat saya mundur. Karena kebenaran yang sesungguhnya tidak gampang untuk di terima oleh orang yang merasa paling benar. Ini penting menjadi catatan dan renungan buat masyarakat secara luas.

Terkadang, umat ( baca : pemuda ) tidak adil dalam menilai sebuah peristiwa. Ketika negara ini melalui pemerintah menggunakan hak nya untuk menyelesaiakan suatu masalah dengan media hukum, maka di cap atau di anggap otoriter, tetapi jika kaum pemuda menemui suatu pelanggaran hukum dimana itu di lakukan oleh kelompok lain yang notabane nya kelompok tersebut lawan dari pemerintah, maka akan di bela habis habisan layaknya pahlawan rakyat. Sangat kontras dengan upaya penegakan hukum di negara ini yang di suarakan masyarakat luas termaksuk pemuda di dalamnya. Saya di sini tidak untuk membela kaum pemimpin negara ini. Saat ini Fanatisme terhadap suatu hal atau kelompok membuat sebuah pandangan terhadap sebuah peristiwa menjadi tidak objektif lagi, apalagi di bumbui dengan sentimen negatif baik yang sudah ada sebelumnya atau di “ racuni” oknum tertentu, dan di tambah dengan upaya pembunuhan karakter terhadap target yang dituju jika usaha “ kotor “ tersebut tidak tercapai. Inilah budaya lama tapi sebenarnya baru bagi kaum pemuda saat ini. Terkadang Kita di paksa untuk satu suara dengan suara mayoritas. Jika tidak, siap-siap kita di jadikan sasaran tembak dengan argumen “pembenaran”, bahkan tanpa di tunjang bukti otentik berupa fakta, data atau informasi yang jelas yang dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya. Memang, ada kalanya mereka menyampaikan suatu kebenaran, membela yang sebenarnya memang tidak bersalah, tapi terkadang juga mereka membenarkan yang umum, bukan mengumumkan yang benar. Saya berharap ini tidak menjadi budaya kaum pemuda. Yang merasa “sudah besar” menjadi pemuda, di harapkan mampu memberikan pelajaran yang positif, beretika, mengedepankan sebuah keobjektifan, mau mengakui kesalahan sendiri, mau memberikan sebuah penghargaan terhadap kelompok yang benar tanpa pandang bulu dan mampu membuat pemuda generasi selanjutnya lebih berintegritas secara jati diri, kedudukan, mental, sikap dan pemikiran sehingga dapat di pandang sebagai pemuda yang sebenar-benarnya pemuda.


sekian


ghe